7 Tips Membentuk Rasa Malu Positif pada Anak, Yuk Simak!

Budaya malu dalam konteks yang positif dapat menjadi pondasi moral yang kuat bagi anak-anak dalam menjalani kehidupan. Dengan memahami rasa malu terhadap perbuatan negatif, anak akan lebih berhati-hati dalam bertindak serta memiliki kesadaran moral yang tinggi.

Dalam era kemajuan zaman yang kian moderen, berbagai prinsip moral kerap kali pudar akibat dampak dari iklim sosial serta perkembangan teknologi. Karena itu, kedua orangtua memegang peranan vital untuk mengajar anak tentang rasa tabrakan ketika melakukan sesuatu yang melawan aturan atau sopan santun masyarakat. Bila konsep tersebut diajarkan semenjak usia dini, maka generasi mudanya akan berkembang sebagai individu yang bertanggung jawab dan bermartabat di segala bidang kehidupannya.

Mari kita perhatikan tujuh langkah untuk membudayakan rasa malu terhadap perilaku buruk pada anak dengan sebagai bagian dari kebiasaan positif di bawah ini. Cekidot!

1. Menjadi teladan yang bagus

Anak-anak dikenal sebagai peniru handal yang mengasimilasi perilaku mereka berdasarkan observasi atas dunia sekeliling. Tindakan orangtua mencerminkan apa yang dipelajari oleh si anak tentang apa yang benar-benar harus dilakukan serta apa yang perlu dijauhi. Apabila para orang tua mendemonstrasikan sifat-sifat seperti integritas, keterlibatan aktif, dan pedoman etis yang tegas, maka ini akan direplikasi oleh sang buah hati pada aktivitas harian mereka.

Di samping itu, kekonsistenan dalam tindakan pun cukup vital. Anak-anak bisa menjadi kebingungan apabila menyaksikan para orangtua memberi nasihat agar tak bersikap bohong namun malahan mengambil tindakan yang kontradiktif. Oleh karena itu, dengan menjalani sebagai panutan yang positif, anak-anak akan belajar bahwasanya perilaku buruk bukan saja mencelakai diri sendiri tapi turut mempengaruhi dunia di sekelilingnya.

2. Menguraikan dampak dari tindakan merugian

Tiap tindakan punya akibatnya tersendiri, entah itu bagus atau jelek. Buah hati kita perlu dididik untuk memahami kalau tiap perilaku yang nggak sesuai sama aturan bisa berimbas negatif pada diri si anak ataupun orang sekitar. Cara menjelaskannya patut disesuaikan dengan level penerimaan buah hati supaya lebih gampang dimengerti dan dicerna.

Misalnya, jika seorang anak berbohong, maka akan sulit bagi orang lain untuk mempercayainya kembali. Hal ini dapat menghambat hubungan sosialnya dan membuatnya merasa tidak nyaman di kemudian hari. Dengan pemahaman tersebut, anak akan berpikir dua kali sebelum melakukan perbuatan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

3. Mengajarkan anak agar terbiasa mengakui dan menanggapi kesalahan mereka

Memberi pendidikan kepada anak tentang tanggung jawab atas segala perbuatan mereka merupakan hal krusial dalam membangun kepribadian yang kokoh. Saat sang buah hati membuat kekeliruan, lebih bijaksana jika orangtua tak serta-merta menjatuhi hukuman berlebihan, tetapi sebaiknya mendampingi dengan penjelasan terkait konsekuensi dari ulah tersebut.

Apabila anak dibiayai untuk mengaku ketidaksesuaian dan melakukan koreksi, mereka akan belajar bahwa tiap gerakan punya akibat tertentu yang mesti ditanggung. Lewat cara ini, kecemasan atas tingkah laku buruk bakal berkembang dengan sendirinya sebab mereka paham kalau segala kelalaian bisa menimbulkan efek merugikan buat diri mereka ataupun individu lainnya.

4. Mengajarkan nilai-nilai moral secara konsisten

Malu atas tindakan buruk tidak bisa dipelajari hanya dalam sekejap, tetapi perlu dibangun secara berkelanjutan. Penting untuk konsisten saat mendidik tentang norma-norma etis supaya si anak mampu memahami aturan-aturan di lingkungan sosial dengan benar.

Sebagai contoh, bila si anak melakkan perilaku yang bertentangan dengan aturan, orangtua bisa langsung menyampaikan kritik dengan pendekatan yang bijaksana. Ini akan mendorong anak agar lebih memahami apa yang seharusnya mereka lakukan serta hal-hal yang perlu dijauhi. Apabila prinsip-prinsip ini selalu ditanamkan, anak tersebut nantinya akan memiliki kesadaran yang mendalam tentang betapa pentingnya menjaga tingkat etis dalam berbagai situasi hidupnya.

5. Melindungi anak dari dampak buruk

Lingkungan sekeliling sangat mempengaruhi pembentukan karakter anak. Apabila anak sering berada dalam suasana kurang baik, dia cenderung meniru perilaku di sekitarnya. Karena itu, mendidik anak agar bergaul dengan lingkaran sosial yang kondusif merupakan upaya signifikan untuk menciptakan rasa malu atas tindakan buruk.

Di samping faktor lingkungan fisik, dampak dari media sosial serta teknologi pun harus diwaspadai. Orangtua penting untuk memantau hal-hal yang diserap oleh buah hatinya melalui jaringan online maupun siaran TV guna mencegah paparan materi berbahaya bagi pembentukan etika moral mereka. Lewat pemberian pengawalan yang sesuai, anak-anak akan lebih cepat menyadari prinsip-prinsip baik yang patut dipraktekkannya dalam keseharian.

6. Memberikan pujian atas perilaku positif

Memberikan apresiasi terhadap perilaku baik yang dilakukan anak dapat meningkatkan motivasi mereka untuk terus melakukan hal positif. Pujian yang diberikan tidak harus berupa hadiah materi, tetapi bisa dalam bentuk kata-kata yang membangun kepercayaan dirinya.

Sebagai contoh, apabila sang buah hati mencerminkan integritas atau nyali mereka dengan mengaku pada kesalahannya, para orangtua bisa menyampaikan sanji semacam itu: “Tindakanmu bagus sekali, sebab kau telah berani bercerita apa adanya.” Lewat metode tersebut, si kecil bakalan terdorong melihat bahwa bertingkah laku secara etis merupakan hal yang patut dibanggakan serta pantas dijalankan lagi.

7. Mengembangkan rasa simpati terhadap orang lain

Empati merupakan elemen krusial dalam mengembangkan rasa malu atas tindakan buruk. Apabila seorang anak mampu memahami bagaimana perasaan oranglain, dia akan bertanya-tanya lagi sebelum melancarkan perilaku yang bisa menyinggung atau merugikan pihak lain.

Menumbuhkan rasa empati bisa dicapai melalui beberapa metode, misalnya dengan menyampaikan cerita-cerita penuh motivasi atau mengundang anak-anak ikut serta dalam kegiatan bantuan kepada mereka yang tengah menghadapi masalah. Apabila seorang anak sudah terlatih memahami emosi orang lain, dia akan cenderung lebih cepat menjauhi perilaku negatif karena tak ingin menimbulkan kerugian pada sesama dan merasa bersalah.

Mengajarkan rasa malu terhadap perilaku buruk memerlukan ketekunan dan kedisiplinan. Melalui penerapan metode-metode tersebut, si anak akan berkembang menjadi seseorang dengan etika moral kuat serta dapat melestarikan martabat diri mereka saat hidup bersama-sama dalam masyarakat.