– Sebuah restoran barbeku di Provinsi Hunan, Tiongkok selatan, menarik perhatian publik internasional setelah menghadirkan sajian unik sate tanpa daging bernama ‘tusuk bambu pedas.’
Dengan harga cuma 10 yuan atau kira-kiraRp 22.800 untuk 50 tusuk, sajian ini melejitkan popularitasnya dan meraih lebih dari 600.000 suka di platform media sosial China usai videonya menyebar luas pada tanggal 21 Maret 2025 kemarin.
Sajian ini digemari terutama oleh perempuan yang mencari camilan malam rendah kalori. Hidangan ini tergolong dalam kategori snack pedas tanpa daging, di mana tusuk bambu—bukan bahan makanan seperti daging atau sayur—dipanggang dan dibaluri bumbu pedas seperti bubuk cabai dan daun bawang.
Dilansir dari South China Morning Post, Kamis (10/4/2025), Ma selaku pencipta menu tersebut menjelaskan bahwa tusuk bambu itu tidak dimaksudkan untuk dimakan, melainkan dijilat atau dihisap guna menikmati rasa pedas tanpa harus mengonsumsi makanan berat. “Kuliner tusuk sate pedas tanpa daging ini dirancang untuk perempuan yang ingin ngemil tanpa takut gemuk,” ujar Ma dalam sebuah video yang viral di media sosial.
Respons pasar terhadap inovasi ini sangat positif. Restoran yang menjualnya mencatat rata-rata penjualan lebih dari 100 porsi per hari, bahkan mengalami peningkatan jumlah pelanggan hingga 30 persen sejak peluncuran menu tersebut.
Banyak pelanggan menyebut menu ini cocok sebagai snack guilty-free, karena bisa dinikmati saat diet tanpa menyumbang kalori berlebih. Beberapa bahkan menambahkan mustard atau saus pedas untuk sensasi rasa yang lebih kuat.
Dipertanyakan, tapi Tetap Diminati
Namun, tak semua komentar bernada positif. Sebagian netizen mempertanyakan kebersihan tusuk bambu yang digunakan, khawatir akan praktik daur ulang.
Merespon perkara tersebut, Ma mengklaim semua tusukan bambunya merupakan jenis satu kali guna dan tak pernah dipakai kembali. Dia pun berencana memperkenalkan sejumlah pilihan hidangan eksklusif demi mendapatkan daya tarik tambahan bagi konsumen potensial.
Sejumlah netizen justru mencibir ide tersebut hanya sebatas trik promosi, membandingkan kegiatan merasakan tusukan bamboo pedas itu seperti "mengisap sisa saus mi instan di dapur". Mereka mendorong para pebisnis kuliner untuk lebih fokus pada mutu rasanya daripada cuma berupaya menjadi tren yang viral saja.
Tren Makanan 'Tanpa Dimakan' di Tiongkok dan Riwayat Masakandan Unik di Negeri Tirai Bambu
Tren masakan terbaru di Tiongkok meliputi fenomena tusukan manis berbahan dasar kayu ini memberikan sensasi rasa tanpa harus memakan bahan pokoknya.
Ide ini serupa dengan mode terdahulu seperti spicy pebbles—batu sungai kecil yang digoreng bersama cabai dan bumbu, kemudian dikonsumsi secara langsung untuk merasakan cita rasa. Menu tersebut pernah booming di provinsi Hunan tahun 2023 dan memiliki asal-usul dari budaya nelayan Sungai Yangtze.
Makanan seperti spicy pebbles, yang disebut secara setempat sebagai suo diu (yang artinya "susuai dan buang"), memiliki asal-usul yang panjang, dimulai pada zaman Perang Tiongkok-Jepang (1937-1945). Pada waktu itu, para nelayan merancang hidangan tersebut sebagai metode untuk menghilangkan rasa haus ketika sumber daya pangan sangat terbatas.
Di bagian selatan-tengah Tiongkok, provinsi Jiangxi terkenal tidak hanya karena tusukan manis berbahan dasar bambu dan batu sungai, tetapi juga memiliki hidangan ekstrim lain yaitu es panggang. Hidangan ini melibatkan pembakaran blok es kemudian disiram dengan rempah-rempah seperti biji adas, cabai, dan merica, menciptakan sensasi 'es dan api' yang khas untuk pecinta makanan petualangan.
Walaupun tampak unik, ide sate tanpa daging bisa jadi inspirasi baru dalam industri makanan di Indonesia, terlebih bagi wanita perkotaan yang memperhatikan asupan kalorinya tapi masih mau merasakan citarasa yang mantap. Peluang untuk mendapat popularitas cepat pun cukup besar apabila disajikan dengan cara yang menarik dan kreatif.
Tusukan manis pedas ala China menunjukkan bahwa kreativitas dalam industri masak-memasak dapat melebihi batasan tradisional. Karya baru ini tidak sekadar tentang cita rasa tetapi juga merancang pengalaman sosial, visual, serta emosi yang sesuai dengan permintaan pasar kontemporer—khususnya bagi kaum muda yang berada di bawah tekanan gaya hidup sehat dan platform-media digital.
Social Plugin