JAKARTA, - Insiden kekerasan yang dilakukan oleh pihak berwajib lagi-lagi muncul. Baru-baru ini, sebuah rekaman disebar luaskan melalui platform media sosial menunjukkan konflik antara anggota satuan patroli dengan unit pengawalan atau Patwal di Daerah Puncak, Kabupaten Bogor.
Dalam video yang menyebar luas itu, tampak seorang petugas bernama Aipda H sepertinya menggulingkan pengendara sepeda motor hingga tersungkur ke dalam parit.
Para penduduk di area tempat peristiwa itu terjadi serta orang yang melakukan rekaman tampak sangat kesal mengenai ketidaksopan tersebut.
Kasat Lalu Lintas Polres Bogor AKP Rizky Guntama menyatakan bahwa kejadian tersebut bermula saat Aipda H tengah mendampingi mobil Toyota Alphard berwarna putih.
Rizky menjelaskan, saat mobil berusaha mendahului kendaraan lain dengan motor patwal yang dilengkapi lampu strobo, salah satu pemotor yang disalip kaget dan bergerak ke kanan hingga menyenggol bodi mobil.
"Maka, anggota (kami) berinisiatif untuk memberhentikan motor tersebut dengan cara memepet dan tersenggol besi engine guard sampai hampir terjatuh, tetapi tidak ditendang,” ucap Rizky seperti dikutip Regional .
Rizky menegaskan, bahwa Aipda H tidak menendang motor. Pemotor terdorong crashbar Motor patroli yang menabrak motor lantaran jaraknya terlalu sempit.
"Saya tekankan, yang dikatakan di media sosial bahwa ada tindakan menendang itu tidak benar," tegas Rizky.
Dicopot
Usai videonya viral Aipda H menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Propam Polres Bogor, Cibinong, pada Sabtu (15/3/2025).
Setelah menimbang berbagai hal, Rizky kemudian resmi mencopot Aipda H, sebagai anggota patroli dan pengawalan (Patwal).
"Anggota saat ini dipindahkan dari tanggung jawab mereka guna menjalani pemeriksaan," kata Rizky di Mapolres Bogor, Cibinong, pada hari Sabtu (15/3/2025).
Kepolisian pun mengonfirmasi bahwa Aipda H akan menerima hukuman sesuai peraturan yang ada.
"Suspect telah dilepaskan dari posisinya dan saat ini tengah menjalani penyelidikan. Nantinya, hasil investigasi tersebut akan menetapkan sanksi yang berlaku," terangnya.
"We apologize for this incident. We ensure that the involved member will still face disciplinary action according to police regulations," stated Rizzy.
Arogansi
Insiden itu hanyalah salah satu dari banyak kasus kurangnya kesopanan dalam berkendara di jalanan. Bahkan baru-baru ini, pada Januari 2025, juga terjadi insiden dengan petugas polisi lalu lintas yang sombong ketika mengamankan mobil Lexus bertulis RI-36.
Pengamatan terhadap aktivitas petugas lalu lintas yang mengatur arus kendaraan di area wisata seperti Puncak telah menjadi hal biasa setiap hari.
Sebelumnya pun sudah ada orang yang menunjukkan kemewahan mobil mereka yang dilindungi hanya untuk berlibur, hal ini melukai perasaan kesetaraan lalu lintas.
Jusri Pulubuhu, Direktur Pelatihan dari Jakarta Defensive Driving Consulting menyebutkan bahwa pemanfaatan klakson dan sirine tersebut oleh seseorang mencerminkan kurangnya rasa empati yang dimiliki para pemakaian jalanan di Indonesia.
"Kenyamanan yang dijaga saat kemacetan adalah hal alami bagi setiap orang. Namun, jika kita memandang situasi tersebut tanpa empati, maka masalah timbul," ungkap Jusri kepada , Sabtu (15/3/2025).
Jusri menegaskan bahwa jika seseorang yang tak berhak mendapatkan perlindungan tetapi hanya karena mereka memiliki harta dan hubungan, maka hal tersebut merupakan indikasi ketidaktahannya untuk merasakan belas kasihan.
Jangan Semena-mena
Budiyanto, seorang pengamat dari bidang transportasi dan hukum, menyebutkan bahwa pejabat pemantau lalu lintas memang terlindungi oleh undang-undang. Lebih lanjut lagi, aturan tersebut dengan tegas menentukan siapa saja yang memiliki hak untuk ditemani serta mereka yang berwenang melakukan pendampingan.
Mantan Kasubdit Penegakan Hukum (Gakkum) di Ditlanta Polda Metro Jaya menekankan pentingnya para pengendali lalu lintas untuk selalu menerapkan etika dalam tindakannya.
"Petugas pengawalan yang benar harus tetap memperhatikan masalah etika pengawalan dan tata cara berlalu lintas yang benar tidak boleh arogan," kata Budiyanto.
"Cara mengendalikan kendaraan lain agar berhenti, melambatkan kecepatannya guna mendapatkan prioritas jalan dan hal-hal serupa harus dipertimbangkan. Prioritas utama adalah menerapkan etika dalam proses pengawalan sehingga dapat mengurangi sikap sombong," katanya.
Budiyanto menyebutkan bahwa kepolisian masih taat terhadap sistem peradilan publik.
"Petugas kepolisian dikekang oleh Peraturan Disiplin, Etika Kepolisan, serta harus mentaati sistem peradilan publik. Anak buah dari satuan penjagaan ini berada dalam batasan regulasi tertentu; mereka bisa mendapat sanksi disipliner, pelanggaran kode etik, atau masalah hukuman jika laporan diajukan kepada Polri/Propam," jelasnya.
Oknum Jasa Pengawalan
Budiyanto mengatakan bahwa kasus seperti itu kerap kali muncul di kawasan Puncak, Bogor. Ia menjelaskan bahwa banyak petugas lalu lintas yang memberikan tawaran layanan bimbingan kepada orang-orang yang memerlukannya dengan biaya yang telah disetujui bersama.
"Pembenahan harus dilakukan oleh Petugas Propam guna membereskan para individu tersebut," katanya.
"Bukan berarti masyarakat seolah dapat menikmati fasilitas penjagaan jalanan tetapi pada praktikknya malah merugikan para pengendara lain yang memiliki hak serupa terhadap infrastruktur jalan publik," ungkap Budiyanto.
Budiyanto menyebutkan bahwa dalam proses pengawalan, petugas patwal masih harus menaati Pasal 134 dan Pasal 135 dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 serta peraturan-peraturan pendukung yang ada.
Social Plugin